Kamis, 19 Mei 2011

Orang-orang yang dapat dijadikan inspirasi orang lain

orang-orang yang bisa menjadi inspirasi orang lain

Saya pernah membaca kisah yang menarik. Bukan kisah mengenai kesuksesan seorang CEO atau ilmuwan cerdas. Namun seorang tukang taman. Tukang taman tersebut menarik perhatian seorang gadis. Bukan karena ketampanannya, namun karena semangat hidupnya. Meski ia hanya seorang tukang taman, namun di mata gadis tersebut, yang kerap berpapasan di sore hari, adalah pribadi yang mampu menghadirkan semangat kehidupan dalam bentuk keceriaan.

Setelah berkenalan, si gadis tersebut tahu bahwa tukang taman yang masih muda tersebut adalah seorang sarjana. Meski ia sarjana dan hanya menjadi tukang taman, namun ia memiliki semangat hidup, keceriaan yang tinggi. Dan orang lain ada yang tertular dan ikut “tersetrum” menjadi orang yang bersemangat menghadapi kehidupan. Saat ini keadaan Bangsa Indonesia sedang mengalami keterpurukan. Terlalu banyak hal yang bisa disebutkan, sehingga tak perlu disebutkan di sini.

Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang bisa kita lakukan. Apakah kita akan tak memperdulikannya, pura-pura tak tahu. Apakah kita diam saja, masa bodoh. Toh banyak orang yang juga bersikap demikian. Ataukah kita akan melakukan sesuatu, hal kecil yang semoga berguna. Orang bijak mengatakan: lebih baik menyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan. Nyala lilin tak seberapa terangnya. Usia hidup lilin juga tak seberapa lama. (Kecuali lilin yang super besar ukurannya.)

Namun yang kecil ini bisa menjadi harapan. Jika sebuah ruangan besar yang gelap gulita, diberi satu lilin, kegelap-gulitaan tersebut menjadi sirna, menjadi temaram. Jika ada seribu lilin yang dinyalakan disana, akan jauh lebih terang lagi. Menjadi pribadi yang inspiratif tak serta-merta mengubah bangsa dan negara ini. Namun ia bisa mengubah orang-orang yang sering ditemuinya. Orang-orang yang sudah tertular tersebut, bisa menjadi pribadi yang inspiratif bagi yang lainnya lagi.

Sehingga akan ada semakin banyak orang yang menginspirasi dan diinspirasi. Biasanya akan muncul komentar: aku yang seperti ini, bisanya apa? Menjadi pribadi yang inspiratif tak membutuhkan kepintaran otak, wajah yang cantik/ganteng, pintar cas cis cus dan sederet bakat dan prestasi lainnya. Orang-orang yang mengalami keterbatasan pun bisa menjadi pribadi yang inspiratif.

Contoh klasik pribadi yang inspiratif adalah Thomas Alfa Edison, pencipta lampu pijar. Ketika orang lain menyerah setelah gagal lima-sepuluh kali, Edison terus melakukan percobaan. Sepuluh kali, seratus kali, seribu kali. Dan katanya ia berhasil membuat lampu pijar setelah melakukan dua ribu kali percobaan. Edison mengajarkan kepada kita bahwa untuk menjadi pribadi inspiratif tak ditentukan oleh seberapa cepat ia meraih kesuksesan. Justru yang menjadi inspirasi adalah bagaimana ia menghadapi kegagalan-kegagalannya.

Contoh ke dua adalah Lance Armstrong. Seorang pembalap sepeda berbakat yang divonis kanker prostat stadium IV di usia mudanya. Namun ia terus melawan dengan segenap cara. Semboyan yang sering ia ucapkan adalah bahwa ia takkan pernah menyerah sebelum sampai di garis finis. Dan kini Lance Armstrong di kenal sebagai legenda balap sepeda Tour de France, setelah ia memenanginya 7 kali berurutan. Ia berubah dari “orang aneh” (karena di kompleks tempat tinggalnya terdahulu, balap sepeda merupakan olah raga yang “tidak dikenal”) menjadi pahlawan setelah kemenangan pertama ia raih. Lance Armstrong mengajarkan kepada kita bahwa untuk menjadi pribadi yang inspiratif kita tak perlu menggeluti hal-hal yang populer.

Contoh ketiga adalah Rodriguez, seorang warga Eropa yang hidup pada abad 16. Ia mewarisi kerajaan bisnis orang tuanya, memiliki istri dan tiga anak. Namun semuanya itu sirna dalam tiga tahun. (Mungkin jika kita yang mengalami, akan menjadi orang gila.) Ia tentu mengalami keputus asaan. Rodriguez kemudian mencari bimbingan pada seorang pastur dari ordo Jesuit. Akhirnya ia merasa lebih cocok untuk masuk biara. Namun Tidak semudah itu. Tiga kali ia melamar, tiga kali ia ditolak. Ada banyak alasan: karena pendidikannya endah, karena usianya terlalu tua, karena kesehatannya buruk. Namun ia tetap melamar. Dan karena kasihan, pimpinan Profinsial Jesuit menerimanya. Ia tak menjadi pastur, namun menjadi bruder. Ia tak diberi jabatan hebat. Hanya sebagai penjaga pintu sebuah kolose. Namun disitulah ia mengembangkan bakatnya. menasehati orang lain. Banyak orang yang ia nasehati kemudian bisa “menemukan jalan yang benar.” Banyak orang bisa menjadi misionaris sukses di tanah misi. Rodriguez mengajarkan kepada kita bahwa “serendah” apa pun pekerjaan yang kita tangani, kita tetap bisa memberikan hal-hal yang terbaik bagi orang lain. Yang menjadi inspirasi adalah justru kesederhanaan Rodriguez dalam menjalani
tugasnya yang membuatnya menjadi luar biasa.

Masih ada banyak kisah lain. Tentang orang
berpendidikan rendah yang ternyata memiliki anak
buah para sarjana. Tentang tamatan sekolah
menengah yang menjadi narasumber penelitian
mahasiswa atau tenaga bantu mengajar di
universitas. Tentang orang-orang yang mengalami ketidak beruntungan fisik namun bisa menghasilkan karya yang berkualitas. Jika mereka bisa melakukan itu, mengapa kita yang memiliki otak lebih pandai, memiliki tangan dan kaki lebih kuat dan terampil, lebih mampu dalam berbicara, memiliki fisik lebih kuat, kesehatan lebih baik dan kelebihan-kelebihan lain, tak bisa melakukan apa yang mereka lakukan, dan memberikan inspirasi lebih baik lagi bagi orang lain. Dan tentu saja kita juga harus menghasilkan karya-karya yang luar biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar