Selasa, 31 Mei 2011

Ketidakamanan dan Ketidakadilan yang Dialami Perempuan di Kendaraan Umum

SERING  kali apabila saya naik kendaraan umum, terutama bus kota di Jakarta, tatkala  mau turun dari bus, bus tidak sungguh stop. Kenek pun menyuruh penumpang menggunakan kaki kiri dulu untuk meloncat turun dari bus sambil memegang salah satu tangan atau anggota tubuh lain, kadang pinggang atau bahu, untuk "melindungi" atau "menolong" perempuan.
Pernah saya cermati, ternyata yang ditolong tidak semua perempuan, melainkan yang dianggap menarik, artinya masih muda. Yang nenek-nenek yang membutuhkan bantuan malah tidak ditolong, kecuali apabila minta tolong. Jadi, jika saya bersama anak yang masih berusia batita, maka mestilah minta tolong agar dibantu untuk menurunkan dan menaikkan anak batita itu.
 
Sudah beberapa kali protes saya lontarkan untuk tidak perlu dibantu untuk turun dan naik bus. Argumentasi dari para kenek adalah menolong perempuan agar tidak jatuh. Tentu saja penumpang akan jatuh apabila bus tidak sungguh-sungguh berhenti, masih setengah dan cepat-cepat mau ngebut lagi.
Apabila duduk di sebelah sopir persis, karena dekat dengan urusan mengganti persneling, sopir pun entah sengaja atau tidak sengaja punya kesempatan untuk melakukan pelecehan seksual. Di sini penumpang sulit mengeluh karena sopir punya alasan kuat dia sedang menjalankan tugas menyopir. Jadi, jika kena paha penumpang, itu tidak disengaja.
 Setelah di dalam bus pun, di antara para penumpang pelecehan seksual banyak terjadi. Terutama ketika bus penuh sesak. Para peleceh, kebanyakan laki-laki, akan menggunakan banyak cara, mulai dari mengimpitkan tubuhnya ke tubuh perempuan lain, memegang tangan, mencolek pinggang/ panggul, dan menyentuh bahkan meremas payudara. Di Jepang, dengan telepon seluler berkamera, peleceh memfoto celana dalam perempuan.
DOMINASI laki-laki di kendaraan umum juga tampak dalam cara duduk. Umumnya laki-laki duduk dengan membuka lebar-lebar pahanya sehingga ruang yang dipakai menjadi lebih banyak. Artinya, penumpang di sebelahnya mendapatkan tempat sempit. Cara duduk ini mencerminkan ketidakpedulian terhadap penumpang lain. Jika diminta untuk mengubah cara duduknya, pengalaman saya menunjukkan bahwa mereka tidak suka ditegur. Seolah-olah kendaraan publik menjadi miliknya seorang.
Tentu saja ada yang paling parah, yaitu serangan seksual dan pemerkosaan. Terutama apabila perempuan pergi sendiri dan malam hari. Sudah banyak kisah nyata perempuan pulang kerja malam hari atau dini hari dan di kendaraan ditodong lalu diperkosa.
Arti dari semua ini adalah perempuan mengalami ketidakamanan dan ketidakadilan di kendaraan umum. Mayoritas pengguna jasa kendaraan umum adalah perempuan kelas menengah ke bawah, para perempuan miskin. Ketidakamanan jelas tampak dalam pelecehan seksual, serangan seksual, dan bahkan pemerkosaan. Sedangkan ketidakadilan tercermin dalam soal dominasi dari cara duduk laki-laki yang seenaknya membuka lebar-lebar kakinya dan tidak tersedianya pera
ngkat hukum yang bisa menjerat dan membuat kapok para laki-laki yang melakukan pelecehan seksual.Di Jepang, sekarang para remaja putri SMA berani terhadap para laki-laki
yang mereka rasa melakukan pelecehan seksual. Mereka menarik dasi pelaku dan membawanya ke polisi. Kaum laki-laki takut sekali apabila berurusan dengan aparat penegak hukum karena karier bisa tamat. Dampaknya, perempuan aman menggunakan transportasi umum.
Di Sri Lanka yang sudah dan sedang dipimpin perempuan, untuk membuat perempuan aman di kendaraan umum, pemerintah menyediakan bus khusus perempuan. Namun, jumlahnya tidak memadai dan akibatnya waktu untuk menunggu terlalu lama. Para penumpang perempuan pun naik bus umum biasa. Di sini mereka pun diejek karena menumpangi bus yang dianggap bukan untuk perempuan dan tentu saja menjadi korban pelecehan seksual lagi.
BAGAIMANA di Indonesia? Dengan kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, terpikirkah dan tergerakkah Ibu Presiden membuat aman para perempuan di kendaraan umum? Tentu bukan dengan melarang mereka keluar malam hari atau memakai pakaian minim. Sebagai manusia, perempuan berhak melakukan mobilisasi dan mengekspresikan diri dengan bebas. Cara berpakaian sangat bergantung pada konteks budaya, waktu, suasana, tempat, dan zaman. Dalam konteks ini, peleceh dan pelaku yang harus dihukum, bukannya menghukum korban. Kita membutuhkan peraturan antipelecehan seksual di tempat publik.
Lalu bagaimana dengan Dinas Perhubungan dan para pemilik bus beserta para sopir dan kernet? Tampaknya mereka perlu mendapat pencerahan tentang antipelecehan seksual. Bagaimana berlaku sopan terhadap penumpang. Perlu juga secara internal memberlakukan tindak disiplin terhadap sopir atau kernet yang melecehkan perempuan. Artinya, ada sistem pengaduan penumpang terhadap perlakuan sopir dan kernet yang merugikan, bukan melulu soal jadwal. Sebaliknya, sopir dan kernet yang membela penumpang perempuan yang dilecehkan disediakan hadiah. Memang masih sulit menanamkan kesadaran individu yang sejati, dalam arti tidak diberi hadiah pun mau bertindak, mau membela.
Para penumpang laki-laki mulailah bersikap menghormati diri sendiri dan orang lain. Tentu saja dengan tidak melakukan pelecehan seksual. Lalu, apabila ada peleceh, beranilah menegur dan melawannya. Para penumpang perempuan janganlah berdiam diri jika dilecehkan. Kita harus memprotes, mengatakan tidak. Apabila kita diam saja, dianggap kita setuju.
Jika semua pengguna jasa kendaraan umum menolak pelecehan seksual dan ada perangkat hukum yang efektif ditunjang oleh budaya organisasi Departemen Perhubungan dan perusahaan bus yang antipelecehan seksual, maka penumpang perempuan mudah- mudahan akan merasa aman naik kendaraan umum. Semoga!
 Sumber
 

Kamis, 19 Mei 2011

Sesuatu yang besar berasal dari yang kecil

Sesuatu Yang Besar Berasal Dari Hal Kecil

Tahu kan kamu sesuatu yang bersar itu berasal dari sesuatu yang keci. Misalkan seseorang yang berpropesi sebagai petani. saat pagi datang ia telah merencanakan hal dalam propesinya seperti menanam padi disawah. Lain halnya dengan seorang yang berpropesi sebagai karyawan yang siap mengerjakan tugas kantor,guru yang siap mendidik anak-anak didiknya,maupun profesi lain yang tentunya memiliki rencana yang berbeda-beda.

Bukankah setiap orang mempunyai impian?. Ya,impian inilah yang membuat kita menjadi semangat dalam menjalani hidup. Dengan adanya impian,kita akan memiliki harapan. Harapan inilah yang membuat orang menjadi semangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Impian kita tentunya ingin mendapatkan sesuatu yang besar,sesuatu yang kita sendiri belum pernah menggapainya.

Dalam mengejar sesuatu yang besar tidak dapat dicapai dengan cara instan,melainkan ada prosesnya. Tahukah anda,bahwa orang besar yang telah berhasil mencapai sesuatu yang besar umumnya berawal dari melakukan hal-hal yang kecil.

Jadi,jangan sepelekan hal-hal yang kecil, karena inilah yang akan menjadi titik pijak kita untuk melangkah ke hal yang lebih besar. Nikmatilah prosesnya dan lakukanlah setiap hal yang kita lakukan dengan penuh semangat, percaya diri dan optimis. Ingatlah sesuatu yang besar telah menunggu anda di puncak. Bermimpilah jadi orang besar yang bermanfaat bagi orang lain.

Orang-orang yang dapat dijadikan inspirasi orang lain

orang-orang yang bisa menjadi inspirasi orang lain

Saya pernah membaca kisah yang menarik. Bukan kisah mengenai kesuksesan seorang CEO atau ilmuwan cerdas. Namun seorang tukang taman. Tukang taman tersebut menarik perhatian seorang gadis. Bukan karena ketampanannya, namun karena semangat hidupnya. Meski ia hanya seorang tukang taman, namun di mata gadis tersebut, yang kerap berpapasan di sore hari, adalah pribadi yang mampu menghadirkan semangat kehidupan dalam bentuk keceriaan.

Setelah berkenalan, si gadis tersebut tahu bahwa tukang taman yang masih muda tersebut adalah seorang sarjana. Meski ia sarjana dan hanya menjadi tukang taman, namun ia memiliki semangat hidup, keceriaan yang tinggi. Dan orang lain ada yang tertular dan ikut “tersetrum” menjadi orang yang bersemangat menghadapi kehidupan. Saat ini keadaan Bangsa Indonesia sedang mengalami keterpurukan. Terlalu banyak hal yang bisa disebutkan, sehingga tak perlu disebutkan di sini.

Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang bisa kita lakukan. Apakah kita akan tak memperdulikannya, pura-pura tak tahu. Apakah kita diam saja, masa bodoh. Toh banyak orang yang juga bersikap demikian. Ataukah kita akan melakukan sesuatu, hal kecil yang semoga berguna. Orang bijak mengatakan: lebih baik menyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan. Nyala lilin tak seberapa terangnya. Usia hidup lilin juga tak seberapa lama. (Kecuali lilin yang super besar ukurannya.)

Namun yang kecil ini bisa menjadi harapan. Jika sebuah ruangan besar yang gelap gulita, diberi satu lilin, kegelap-gulitaan tersebut menjadi sirna, menjadi temaram. Jika ada seribu lilin yang dinyalakan disana, akan jauh lebih terang lagi. Menjadi pribadi yang inspiratif tak serta-merta mengubah bangsa dan negara ini. Namun ia bisa mengubah orang-orang yang sering ditemuinya. Orang-orang yang sudah tertular tersebut, bisa menjadi pribadi yang inspiratif bagi yang lainnya lagi.

Sehingga akan ada semakin banyak orang yang menginspirasi dan diinspirasi. Biasanya akan muncul komentar: aku yang seperti ini, bisanya apa? Menjadi pribadi yang inspiratif tak membutuhkan kepintaran otak, wajah yang cantik/ganteng, pintar cas cis cus dan sederet bakat dan prestasi lainnya. Orang-orang yang mengalami keterbatasan pun bisa menjadi pribadi yang inspiratif.

Contoh klasik pribadi yang inspiratif adalah Thomas Alfa Edison, pencipta lampu pijar. Ketika orang lain menyerah setelah gagal lima-sepuluh kali, Edison terus melakukan percobaan. Sepuluh kali, seratus kali, seribu kali. Dan katanya ia berhasil membuat lampu pijar setelah melakukan dua ribu kali percobaan. Edison mengajarkan kepada kita bahwa untuk menjadi pribadi inspiratif tak ditentukan oleh seberapa cepat ia meraih kesuksesan. Justru yang menjadi inspirasi adalah bagaimana ia menghadapi kegagalan-kegagalannya.

Contoh ke dua adalah Lance Armstrong. Seorang pembalap sepeda berbakat yang divonis kanker prostat stadium IV di usia mudanya. Namun ia terus melawan dengan segenap cara. Semboyan yang sering ia ucapkan adalah bahwa ia takkan pernah menyerah sebelum sampai di garis finis. Dan kini Lance Armstrong di kenal sebagai legenda balap sepeda Tour de France, setelah ia memenanginya 7 kali berurutan. Ia berubah dari “orang aneh” (karena di kompleks tempat tinggalnya terdahulu, balap sepeda merupakan olah raga yang “tidak dikenal”) menjadi pahlawan setelah kemenangan pertama ia raih. Lance Armstrong mengajarkan kepada kita bahwa untuk menjadi pribadi yang inspiratif kita tak perlu menggeluti hal-hal yang populer.

Contoh ketiga adalah Rodriguez, seorang warga Eropa yang hidup pada abad 16. Ia mewarisi kerajaan bisnis orang tuanya, memiliki istri dan tiga anak. Namun semuanya itu sirna dalam tiga tahun. (Mungkin jika kita yang mengalami, akan menjadi orang gila.) Ia tentu mengalami keputus asaan. Rodriguez kemudian mencari bimbingan pada seorang pastur dari ordo Jesuit. Akhirnya ia merasa lebih cocok untuk masuk biara. Namun Tidak semudah itu. Tiga kali ia melamar, tiga kali ia ditolak. Ada banyak alasan: karena pendidikannya endah, karena usianya terlalu tua, karena kesehatannya buruk. Namun ia tetap melamar. Dan karena kasihan, pimpinan Profinsial Jesuit menerimanya. Ia tak menjadi pastur, namun menjadi bruder. Ia tak diberi jabatan hebat. Hanya sebagai penjaga pintu sebuah kolose. Namun disitulah ia mengembangkan bakatnya. menasehati orang lain. Banyak orang yang ia nasehati kemudian bisa “menemukan jalan yang benar.” Banyak orang bisa menjadi misionaris sukses di tanah misi. Rodriguez mengajarkan kepada kita bahwa “serendah” apa pun pekerjaan yang kita tangani, kita tetap bisa memberikan hal-hal yang terbaik bagi orang lain. Yang menjadi inspirasi adalah justru kesederhanaan Rodriguez dalam menjalani
tugasnya yang membuatnya menjadi luar biasa.

Masih ada banyak kisah lain. Tentang orang
berpendidikan rendah yang ternyata memiliki anak
buah para sarjana. Tentang tamatan sekolah
menengah yang menjadi narasumber penelitian
mahasiswa atau tenaga bantu mengajar di
universitas. Tentang orang-orang yang mengalami ketidak beruntungan fisik namun bisa menghasilkan karya yang berkualitas. Jika mereka bisa melakukan itu, mengapa kita yang memiliki otak lebih pandai, memiliki tangan dan kaki lebih kuat dan terampil, lebih mampu dalam berbicara, memiliki fisik lebih kuat, kesehatan lebih baik dan kelebihan-kelebihan lain, tak bisa melakukan apa yang mereka lakukan, dan memberikan inspirasi lebih baik lagi bagi orang lain. Dan tentu saja kita juga harus menghasilkan karya-karya yang luar biasa.